Saya mahasiswa semester 4 Hubungan Internasional Universitas Singaperbangsa Karawang

Cara Kerja Hybrid dan WFH Mengancam Kesehatan Mental

Rabu, 28 Mei 2025 16:27 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Kesehatan mental
Iklan

Fenomena burnout atau kelelahan kronis yang kini semakin banyak dialami oleh pekerja remote dan hybrid,

***
Dunia kerja telah mengalami transformasi yang signifikan sejak pandemi melanda, dengan model work from home (WFH) dan hybrid menjadi norma baru bagi banyak organisasi di seluruh dunia. Perubahan ini membawa keuntungan yang tak terbantahkan, seperti fleksibilitas waktu, penghematan waktu dan biaya perjalanan, serta peluang untuk menyeimbangkan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.
 
Namun, di balik semua kemudahan itu, muncul tantangan besar terutama terkait kesehatan mental pekerja—fenomena burnout atau kelelahan kronis yang kini semakin banyak dialami oleh pekerja remote dan hybrid. Menurut laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2023, sekitar 42% pekerja yang melakukan pekerjaan jarak jauh menunjukkan gejala burnout, yang meliputi kelelahan fisik dan mental, penurunan produktivitas, serta perasaan tidak berdaya.
 
Salah satu penyebab utama dari burnout ini adalah hilangnya batasan yang jelas antara waktu kerja dan waktu istirahat. Ketika kantor dan rumah berada dalam satu ruang fisik yang sama, pekerja sering kali sulit untuk “mematikan” pikiran dari urusan pekerjaan. Mereka terdorong untuk terus mengerjakan tugas di luar jam kerja resmi, yang akhirnya menimbulkan overworking dan mengikis waktu relaksasi yang sangat dibutuhkan tubuh dan pikiran.
 
Selain itu, isolasi sosial juga menjadi faktor signifikan dalam meningkatnya tingkat burnout . Meskipun dunia digital memungkinkan komunikasi instan lewat email, chat, atau video conference, interaksi virtual ini seringkali kurang memadai dibandingkan dengan pertemuan tatap muka yang memberikan dukungan emosional lebih kuat dan mempererat hubungan antar rekan kerja. Minimnya kontak sosial spontan membuat banyak pekerja merasa kesepian dan terputus dari tim, yang secara psikologis dapat memperburuk stres dan kecemasan.
 
General-image-banner-30.jpg
 
 
Ilustrasi Menjaga Kesehatan Mental di Era Kerja Hybrid dan WFH
 
Tak kalah penting adalah pengaruh teknologi yang terus “menyala” sepanjang waktu. Notifikasi pesan kerja yang masuk di luar jam kantor, serta rapat virtual yang padat dan berulang, sering disebut sebagai sumber kelelahan digital atau zoom fatigue. Kondisi ini memperparah tekanan untuk selalu tampil produktif dan responsif, bahkan saat sedang tidak dalam jam kerja.
 
Budaya kerja yang menuntut ketersediaan konstan ini membuat banyak orang merasa kewalahan dan kehilangan keseimbangan hidup. Dampak burnout tidak hanya sebatas rasa lelah biasa, melainkan berpotensi menyebabkan gangguan kesehatan mental yang lebih serius, seperti depresi, kecemasan, gangguan tidur, hingga penurunan kreativitas dan performa kerja. Selain itu, burnout juga bisa merusak hubungan personal di luar pekerjaan, karena kelelahan emosional membuat seseorang sulit berinteraksi secara positif dengan keluarga dan teman.
 
Untuk mengatasi fenomena ini, dibutuhkan pendekatan yang holistik, mulai dari individu hingga perusahaan. Secara personal, pekerja perlu menetapkan batasan yang jelas antara waktu kerja dan waktu istirahat. Misalnya, dengan membuat jadwal kerja yang tegas, menghindari multitasking yang melelahkan, dan mematikan notifikasi kerja setelah jam kantor.
 
Ritual seperti virtual commute yang mensimulasikan perjalanan pulang dari kantor juga dapat membantu menandai berakhirnya aktivitas kerja dan memulai waktu pribadi. Menciptakan ruang kerja yang ergonomis dan nyaman, terpisah dari area relaksasi, juga penting untuk menjaga fokus sekaligus mengurangi kelelahan fisik.
 
Tidak kalah penting adalah menjaga koneksi sosial dengan rekan kerja. Melakukan virtual coffee break secara rutin atau pertemuan tatap muka berkala dapat membantu memperkuat ikatan emosional dan mengurangi rasa kesepian. Selain itu, menerapkan pola hidup sehat seperti rutin berolahraga dan latihan mindfulness—meditasi atau pernapasan dalam—dapat menenangkan pikiran dan meningkatkan daya tahan terhadap stres.
 
Teknologi pun dapat dimanfaatkan secara bijak dengan menggunakan aplikasi produktivitas yang membantu manajemen waktu dan mengurangi gangguan, seperti aplikasi pengatur jadwal atau pengingat istirahat. Penggunaan fitur auto-reply di email juga bisa memberikan sinyal kepada kolega bahwa ada batasan waktu respon.
 
Dari sisi organisasi, perusahaan harus aktif mengambil langkah-langkah preventif guna mencegah burnout di kalangan karyawannya. Kebijakan seperti Right to Disconnect yang melarang pengiriman email atau pesan kerja di luar jam kerja sangat penting untuk menjaga keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi. Selain itu, fleksibilitas jam kerja yang memungkinkan karyawan menyesuaikan jadwal dengan waktu produktif mereka juga bisa meningkatkan kesehatan mental sekaligus efisiensi kerja. Program kesehatan mental, seperti akses konseling dan pelatihan manajemen stres, perlu dijadikan bagian integral dari budaya kerja modern.
 
Kesimpulannya, meskipun WFH dan kerja hybrid membuka peluang besar dalam dunia kerja masa kini, tanpa pengelolaan yang tepat, gaya hidup ini dapat menjadi bumerang bagi kesehatan mental pekerja. Menjaga keseimbangan antara produktivitas dan istirahat, membangun hubungan sosial yang sehat, serta memanfaatkan teknologi secara cerdas adalah kunci utama untuk menghindari burnout. Produktivitas yang sejati bukanlah tentang bekerja lebih lama, melainkan bekerja lebih cerdas dan menjaga kesehatan mental agar tetap prima.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Aulia Diena Rachayu

penulis indonesiana

1 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler